Wednesday 8 April 2015

Caranya meminta ma’af kepada kedua orang tua yang sudah meninggal


Caranya meminta ma’af kepada kedua orang tua yang sudah meninggal

Ustadz saya merasa sangat berdosa kepada orang tua dan saya belum meminta maaf mereka telah berpulang ke hadirat Allah SWT Bagaimana *caranya meminta ma’af kepada kedua orang tua yang sudah meninggal*? 081321009XXX JAWAB: Bismillah Dengan cara mendoakannya, paling tidak tiap usai shalat, mohon ampun kepada Allah SWT, dan menjaga silaturahmi dengan keluarga, kerabat, serta sahabat-sahabat orangtua Anda. Kemudian banyak mengerjakan amal Saleh. “Derajat seorang yang telah meninggal akan diangkat. berkata : wahai Tuhanku, apakah ini? dikatakan : “permohonan ampunan untukmu dari anakmu... more »

Tuesday 7 April 2015

Islam Melarang Dan Mengecam Terorisme Seri 2


Islam Melarang Dan Mengecam Terorisme Seri 2


Bismillah Assalamu Alaikum pada postingan yang lalu telah dibahas bahwa islam melarang dan dan mengecam terorisme oleh karena itu tidak ada alasan jika Islam selalu dianggap agama yang suka kekerasan dan menyebar teror karena islam adalah rahmatan lil alamin, Pada postingan kali ini saya akan membahas

Berbagai Segi Pelanggaran Terorisme Terhadap Syari’at Islam

1. Pengkafiran terhadap kaum muslimin.

Terorisme yang merebak di mana-mana disebabkan oleh doktrin-doktrin sesat yang ditanamkan kepada para pelaku teror. Mereka meyakini bahwa orang muslim di luar kelompok mereka dianggap telah murtad (keluar) dari Islam. Alasannya -menurut mereka- adalah karena mereka -kaum muslimin- diam terhadap kezaliman yang terjadi dan tidak mau bergabung dengan mereka dalam melawan penguasa yang tidak menjalankan Islam secara sempurna dalam kekuasaan mereka. Maka orang yang tidak sependapat dan tidak mendukung aksi teror mereka dalam menegakkan keadilan, menurut mereka adalah penentang Islam. Siapa yang menentang Islam berarti ia sudah kafir. Demikianlah filosofi pengkafiran gerakan terorisme dalam menghalalkan darah orang muslim yang di luar kelompok mereka.

Kita tidak mengingkari tentang adanya hal-hal yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Akan tetapi ada kode etik dan syarat-syarat serta hal-hal yang menghambat dijatuhkannya vonis kafir kepada seseorang. Hal ini tidak pernah luput dalam kupasan para ulama yang menulis kitab-kitab aqidah Ahlussunnah. Kemudian yang berhak menerapkan kode etik serta berbagai ketentuan tersebut adalah ulama yang terpercaya dalam ilmunya. Bukan sembarang orang yang berhak untuk menerapkannya kepada siapa saja, terlebih anak-anak muda yang baru belajar tentang Islam. Karena banyak hal yang perlu diketahui dan dipahami dalam masalah tersebut. Pertama hal yang menjadi poin pengkafiran harus ada dalil yang jelas dari Al Qur’an dan Sunnah, bukan dalil yang samar-samar, apalagi hanya disandarkan kepada sangkaan atau berita media informasi yang tidak akurat. Pembahasan ini sangat luas dan panjang sehingga tidak mungkin kami jelaskan dalam kesempatan terbatas ini. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam telah mengingatkan umatnya agar tidak bermudah-mudah dalam menuduh seseorang kafir, karena bahaya dan akibatnya sangat fatal. Sahabat Abu Dzar menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

وَمَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ. وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ (رواه مسلم)
“Barangsiapa memanggil seseorang dengan (sebutan) kafir atau mengatakannya sebagai musuh Allah sementara halnya tidak demikian, maka hal tersebut kembali kepada pengucapnya.” (HR. Muslim).

Demikian besarnya dosa orang yang memvonis orang muslim dengan kafir tanpa ada dalil. Bagaimana jika yang di vonis kafir itu seluruh kaum muslimin secara mutlak, tentu dosanya akan lebih besar lagi. Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, “Saya tidak mengkafirkan seorangpun dari kalangan muslim yang melakukan dosa. Dan tidak pula mengeluarkan mereka dari lingkaran Islam.”

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau membawa paham teroris, mengkafirkan kaum muslimin atau berfaham khawarij.[1]

2. Menentang dan membangkang terhadap penguasa.

Doktrin terorisme telah melanggar aqidah Ahlussunnah tentang wajibnya taat dan patuh kepada penguasa dalam hal yang baik, sekalipun mereka berbuat zalim. Hal ini telah disepakati oleh seluruh ulama Ahlussunnah. Jika penguasa menyuruh kita melakukan hal yang haram, kita dilarang untuk mentaatinya dalam hal tersebut. Tetapi hal itu bukan berarti kita boleh mencela dan merongrong kekuasaannya, serta menentangnya dalam perintah lain yang sesuai dengan kebenaran.

Oleh sebab itu, kitab-kitab aqidah Ahlussunnah tidak pernah luput dari menjelaskan tentang hal tersebut, karena begitu banyak dalil menegaskan masalah tersebut.

A. Dalil dari ayat-ayat Alquran
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ (النساء/59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”

Syeikh As-Sa’dy berkata dalam tafsirnya, “Allah perintahkan untuk taat kepada Ulil Amri, yakni para penguasa dan pejabat serta para mufti. Sesungguhnya tidak akan pernah berjalan baik urusan agama dan dunia kecuali dengan mentaati dan mematuhi mereka, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan mengharap pahala di sisi-Nya. Akan tetapi hal itu dengan syarat tidak dalam hal bermaksiat kepada Allah.”[2]

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا (النساء/83)
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan jika seandainya mereka itu menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengambil keputusan (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).”

Para ulama mufassirin menjelaskan, “Kalau suatu berita tentang perdamaian dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan Ulil Amri, tentulah Rasul dan Ulil Amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istinbath) dari berita itu".

B. Dalil dari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam

• Taat kepada penguasa adalah bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam. Sebaliknya, menentang penguasa sama dengan menentang Allah dan Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
من أطاعني فقد أطاع الله ، ومن عصاني فقد عصى الله ، ومن يطع الأمير فقد أطاعني، ومن يعص الأمير فقد عصاني وإنما الإمام جنة يقاتل من ورائه ويتقى به فإن أمر بتقوى الله وعدل فإن له بذلك أجرا وإن قال بغيره فإن عليه منه (رواه البخاري)
“Barangsiapa taat kepadaku, maka sungguh ia telah mentaati Allah. Barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. Barangsiapa taat kepada penguasa, maka sungguh ia telah mentaatiku. Sebaliknya barangsiapa yang durhaka kepada penguasa, maka sungguh ia telah mendurhakaiku. Sesungguhnya seorang pemimpin hanyalah sebagai perisai yang jika berperang harus di belakang komandonya dan berlindung di baliknya. Jika ia memerintahkan untuk bertaqwa dan berlaku adil, maka ia mendapat pahala karenanya. Namun bila memerintahkan sebaliknya, maka ia menanggung dosa atasnya.” (HR. Bukhari).

Hadits di atas menjelaskan bahwa diantara bukti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan kepada penguasa.

• Ancaman terhadap orang yang menentang dan melawan penguasa.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa beliau bersabda,
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ (رواه مسلم)
“Barangsiapa keluar dari ketaatan (terhadap penguasa) dan memisahkan diri dari Jama’ah kaum muslimin lalu ia mati, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah. Barangsiapa berperang di bawah bendera kefanatikan; marah atas dasar fanatik, mengajak kepada fanatik atau membela kefanatikan lalu ia mati, maka matinya dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas terdapat ancaman bagi orang yang keluar dari ketaatan kepada penguasa jika ia mati, maka kematiannya seperti orang yang mati dalam keadaan jahiliah.

• Wajib taat dan patuh kepada penguasa dalam kondisi apapun, kecuali dalam hal maksiat
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa beliau bersabda,

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ (متفق عليه)
“Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan ta’at (kepada penguasa) terhadap perkara yang ia sukai dan ia benci, kecuali bila diperintah untuk bermaksiat. Jika ia diperintah untuk bermaksiat, maka tidak boleh mendengar dan taat (dalam maksiat tersebut)”. (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits di atas terdapat penjelasan tentang wajib dalam segala kondisi, baik suka maupun duka. Dan terdapat pula larangan taat jika penguasa menyuruh berbuat maksiat atau dosa.
• Wajib taat dan patuh kepada penguasa dalam kondisi apapun, sekalipun mereka berlebihan dalam memakan harta negara.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ (رواه مسلم)
“Wajib atasmu untuk mendengar dan taat dalam waktu sulit maupun lapang, di saat bersemangat maupun dalam hal yang kurang engkau sukai dan pada waktu penguasa memonopoli harta negara di atas engkau.” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas terdapat perintah untuk tetap taat kepada penguasa dalam segala kondisi sekalipun ia memakan harta negara secara berlebihan.
Berkata Imam Nawawi, “Tetaplah tunduk dan patuh pada penguasa sekalipun mereka lebih mengkhususkan dirinya dengan dunia, dan tidak memberikan kepada kalian hak-hak kalian yang ada pada mereka. Hadits ini perintah untuk tetap tunduk dan patuh dalam segala kondisi. Dimana hal itu akan mempersatukan kaum muslimin, terlebih perpecahan hanya akan menyebabkan keadaan mereka rusak berantakan baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat[3].”

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
(ستكون أثرة وأمور تنكرونها)
“Kelak akan datang keadaan dan perkara-perkara yang kalian ingkari.”
Mereka (para sahabat) bertanya,”Apa yang harus dilakukan oleh orang yang mendapatinya? Beliau bersabda,
أدوا الحق الذي عليكم وسلوا الله الذي لكم (متفق عليه)
”Tunaikan kewajiban yang dibebankan atas kalian dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim).

Dari Junadah bin Abi Umayyah, ia berkata,
دخلنا على عبادة بن الصامت وهو مريض قلنا أصلحك الله حدث بحديث ينفعك الله به سمعته من النبي صلى الله عليه وسلم قال دعانا النبي صلى الله عليه وسلم فبايعناه فقال فيما أخذ علينا أن بايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان (متفق عليه)
“Kami masuk menemui Ubadah bin Shamit yang sedang sakit. Kamipun mendoakannya; ‘Semoga Allah memberikan kebaikan kepada Anda’. Sampaikanlah sebuah hadits yang anda dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam semoga Allah memberi manfaat kepada Anda dengannya. Ia menuturkan, ”Dahulu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memanggil kami agar mengambil baiat (sumpah setia) kami kepada beliau”.maka pernyataan sumpah setia yang beliau ambil dari kami adalah “agar kami mendengar dan ta’at di waktu bersemangat maupun dalam keadaan yang tidak disukai, di waktu lapang maupun sulit serta di saat penguasa memonopoli harta negara di atas kami. Dan agar tidak mencopot penguasa dari kekuasaannya kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata yang kalian memiliki bukti nyata dari agama Allah.” (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang syarat-syarat yang mesti terpenuhi ketika meninggalkan ketaatan kepada penguasa:
Wajibnya memiliki bukti (dalil) bahwa perbuatan tersebut dihukum kafir oleh Allah dalam agama, bukan berdasarkan kepada dalil-dalil yang samar.

Wajibnya memiliki bukti bahwa penguasa telah melakukan perbuatan tersebut, bukan berdasarkan kepada isu dan opini.
Perbuatan kufur tersebut dilihat dengan kasat mata oleh khalayak ramai.
Berkata Imam Nawawi,
"ومعنى الحديث لا تنازعوا ولاة الأمور في ولايتهم ولا تعترضوا عليهم إلا أن تروا منهم منكرا محققا تعلمونه من قواعد الإسلام فإذا رأيتم ذلك فأنكروه عليهم وقولوا بالحق حيث ما كنتم وأما الخروج عليهم وقتالهم فحرام بإجماع المسلمين وإن كانوا فسقة ظالمين وقد تظاهرت الأحاديث بمعنى ما ذكرته وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان بالفسق"
“Makna hadits ini adalah janganlah kalian menentang penguasa dalam kekuasaan mereka. Dan jangan pula melawan mereka, kecuali kalian melihat dari mereka kemungkaran yang nyata yang kalian ketahui dari aturan-aturan Islam. Jika kalian melihat hal itu maka nasehatilah mereka dan katakan kebenaran, di manapun kalian berada. Adapun melakukan kudeta dan memerangi mereka adalah haram menurut kesepakatan kaum muslimin. Sekalipun mereka berbuat fasik lagi zalim. Sungguh banyak sekali hadits-hadits yang menjelaskan tentang apa yang aku ungkapkan tersebut. Dan Ahlussunnah bersepakat bahwa tidak boleh menjatuhkan penguasa dengan alasan kefasikan (pelaku dosa)[4]. “

• Dalil tentang wajibnya membela penguasa yang sah.
Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk membela penguasa yang sah. Bahkan, apabila ada seseorang yang ingin merebut kekuasaannya, maka kita diperbolehkan untuk membunuhnya.

Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
(مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا رَقَبَةَ الآخَرِ)
“Barangsiapa membaiat seorang pemimpin lalu mengulurkan tangannya dan memberikan kecintaannya, maka hendaklah mentaatinya semampunya. Jika ada orang lain yang hendak menurunkannya, maka bunuhlah dia.”

Akupun bertanya, ”Apakah engkau mendengarnya begitu dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam ? Ia (Abdullah) menjawab,”Dua telingaku ini mendengar hal itu dan hatiku memahaminya. Akupun berujar,”Ini Muawiyah anak pamanmu, ia memeritahkan kami untuk berbuat sesuatu maka kami pun melakukannya”. Ia (Abdullah) menyatakan, “Taatilah ia dalam perkara ketaatan kepada Allah dan jangan taat kepadanya dalam hal bermaksiat kepada Allah.” (HR. Muslim).

• Anjuran untuk bersabar dan tetap bersatu dalam sebuah jama’ah (kekuasaan), ketika melihat penguasa melakukan sesuatu yang dibenci dalam agama.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasullullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

من رأى من أميره شيئًا يكرهه فليصبر، فإنه من فارق الجماعة شبرًا فمات فميتته جاهلية (رواه البخاري)
”Barangsiapa yang melihat penguasanya melakukan sesuatu yang dia benci maka hendaklah dia bersabar, karena sesungguhnya siapa saja yang memisahkan diri dari jama’ah kaum muslimin walaupun hanya sejengkal kemudian dia mati,maka kematiannya adalah kematian jahiliyah.” (HR.Bukhari).

Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً (رواه مسلم)
“Barangsiapa melihat sesuatu yang tidak ia sukai dari penguasanya, maka hendaklah ia bersabar. Karena barangsiapa memisahkan diri sejengkal saja dari jama’ah kaum muslimin lalu ia mati, maka matinya dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim).

Dalam kedua hadits di atas, terdapat perintah untuk bersabar di atas jamaah kaum muslimin (dengan tetap bersatu di dalamnya) dan ancaman terhadap perbuatan memisahkan diri dari mereka, walaupun mereka melakukan perbuatan yang maksiat.

• Perintah tegas tentang wajibnya taat kepada penguasa sekalipun mereka bertindak zalim dan tidak menunaikan kewajibanya terhadap rakyat.
Imam Muslim meriwayatkan hadist dalam kitab shahihnya,
قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللَّهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيهِ فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ ؟ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ ؟ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ ؟ قَالَ « نَعَمْ ». قُلْتُ كَيْفَ ؟ قَالَ « يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ في جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ ؟ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ » رواه مسلم
“Hudzaifah bin Yaman radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku berkata,”Wahai Rasulullah! Sesungguhnya dahulu kami berada dalam kejelekkan lalu Allah mendatangkan kebaikan maka kami berada di dalamnya. Apakah di belakang kebaikan ini terdapat lagi kejelekan ? Jawab Beliau: “Iya ada”. Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejelekkan itu ada lagi kebaikan? Beliau menjawab, “Iya ada”. Aku bertanya lagi, “Apakah setelah setelah kebaikan tersebut ada lagi kejelekkan? Beliaupun mengiyakan. Aku menimpali, “Bagaimana bentuknya?” Beliau berkata: “Akan ada setelahku para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku, tidak menerapkan tuntunanku. Dan akan muncul orang-orang yang berhati setan dalam rupa manusia.” Hudzaifah berkata, “Aku bertanya: ”Apa yang harus aku lakukan Wahai Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam jika aku menemui masa itu? Beliau bersabda, “Dengar dan taati penguasa meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil. Dengar dan taatilah!” (HR. Muslim).

Beliau (Imam Muslim) juga meriwayatkan dari Salamah bin Yazid Al-Ju’fy, bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam: “Ya Nabi Allah! Bagaimana pendapatmu jika berkuasa atas kami pemimpin-pemimpin yang menuntut hak mereka dan merampas hak kami? Apa perintahmu kepada kami?” Maka Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mengelak dari menjawabnya, sampai tiga kali ia bertanya. Maka ia ditarik oleh Asy’ats bin Qois. Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ (رواه مسلم)
“Dengar dan patuhi, sesungguhnya mereka bertanggung jawab atas apa yang dibebankan kepada mereka. Dan kamu bertanggung jawab atas apa yang dibebankan kepadamu”. (HR. Muslim).

Kedua hadits di atas dengan sangat jelas menunjukkan tentang wajibnya taat kepada penguasa sekalipun mereka bertindak zalim dan tidak menunaikan kewajibannya terhadap rakyat.
• Dilarang memerangi penguasa yang melakukan kemungkaran selama mereka melaksanakan shalat.

Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘anha -istri nabi shallallahu ‘alahi wa sallam – dari nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa beliau bersabda,
«إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ «لاَ مَا صَلَّوْا ». أي مَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ وَأَنْكَرَ بِقَلْبِهِ. رواه مسلم
“Sesungguhnya akan ditugaskan untuk memimpin kalian para pemimpin lalu kalian mengetahui (kezaliman) mereka dan mengingkarinya. Barangsiapa yang membenci perkara tersebut lalu berlepas diri dan mengingkari, maka sungguh dia selamat. Akan tetapi barangsiapa yang rela dan mengikutinya (maka ia telah bermaksiat).” Mereka (para sahabat) bertanya,”Wahai Rasulullah! Bolehkah kita memerangi mereka?” Beliau bersabda, ”Tidak boleh, selama mereka melaksanakan sholat.” Maksud dari “membenci dan mengingkari” yaitu membenci dan mengingkari dengan hati. (HR. Muslim)

Dari ‘Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam beliau bersabda,

«خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ » رواه مسلم
“Pemimpin yang terbaik diantara kalian adalah orang yang kalian cintai dan merekapun mencintai kalian, mereka mendoakan kebaikan untuk kalian dan kalianpun mendoakan mereka. Sedangkan pemimpin yang terburuk diantara kalian adalah orang yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian, kalian melaknat mereka, mereka juga melaknat kalian.” Ada yang bertanya, ”Wahai Rasulullah! Bolehkah kami menyingkirkan mereka dengan senjata? Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka mendirikan sholat. Apabila kalian lihat sesuatu yang kalian benci dari penguasa kalian, maka bencilah perbuatannya dan jangan kalian lepaskan ketaatan kalian.” (HR. Muslim).

Kedua hadits di atas menunjukkan tentang larangan memerangi penguasa yang melakukan kemungkaran, selama mereka melaksanakan shalat. Namun, bukan berarti kita meridhai perbuatan mungkar mereka, bahkan kita wajib mengingkarinya minimal dengan hati.

C. Ungkapan para ulama salaf.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku tidak akan memberikannya kecuali untuk pemimpin negara. Karena kebaikan seorang pemimpin membuat negeri dan rakyatnya menjadi tenteram[5].”

Imam Thahawy berkata, “Kita tidak membolehkan tindakan melawan terhadap penguasa dan para pemimpin kita, sekalipun mereka berlaku zalim. Kita tidak mendo’akan kebinasaan atas mereka. Kita tidak meninggalkan ketaatan kepada mereka. Kita meyakini bahwa ketaatan kepada mereka adalah wajib, termasuk diantara ketaatan kepada Allah. Selama mereka tidak menyuruh dengan maksiat. Kita mendo’akan agar mereka dituntun untuk berbuat baik dan diberi kesehatan[6].”

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata, “Saya berpandangan tentang wajibnya ta’at kepada para pemimpin kaum muslimin. baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim. selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat[7].”

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong yang mengatakan bahwa beliau menganut faham teroris atau khawarij. Dari sini juga terbukti kebohongan pihak-pihak yang mencoba mengkait-kaitkan dakwah beliau dengan teroris.
Dalil-dalil di atas menunjukkan tentang beberapa hal penting diantaranya:
Tunduk dan patuh kepada pemimpin adalah wajib dalam segala kondisi kecuali dalam hal maksiat.
Ajaran Islam melarang untuk menggulingkan penguasa bila mereka tidak mau menerima nasehat.
Ajaran Islam melarang untuk memicu fitnah atau melakukan sebab-sebab yang menimbulkan fitnah.
Ajaran Islam melarang dari segala bentuk tindakan menghasut melawan penguasa baik lisan maupun tulisan.
Ajaran Islam melarang dari pemberontakan kepada penguasa selama mereka tidak melakukan kekufuran yang nyata.
Wajibnya menjaga keutuhan persatuan bangsa dan negara.
Ajaran Islam melarang dari tindakan provokasi untuk melemahkan penguasa.
Ancaman keras bagi orang yang melanggar hal-hal tersebut.

D. Adab-adab dalam menasihati penguasa.
Ketaatan kepada penguasa bukan berarti kita diam terhadap kesalahan mereka. Tetapi, dalam penyampaian nasihat kepada penguasa perlu memperhatikan adab-adab yang mulia yang diajarkan Islam. Kemudian juga perlu pula dipastikan bahwa kita tidak diperbolehkan dalam agama menyembunyikan kebenaran kepada siapa pun, apalagi terhadap penguasa. Berikut kita sebutkan beberapa dalil yang menjelaskan masalah tersebut:
• Dalil-dalil tentang wajibnya menyampaikan nasihat.
Saling menasihati merupakan sifat golongan kanan (merupakan lawan dari golongan kiri yang tempat kembalinya adalah neraka). Allah Ta`ala berfirman,
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ (17) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (البلد/17، 18)
“Kemudian ia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.”

Allah meridhai perbuatan menasehati pemimpin. Dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abu Huraira, dia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
((إن الله يرضى لكم ثلاثا ويسخط لكم ثلاثا يرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا وأن تعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا وأن تناصحوا من ولاء الله أمركم ويسخط لكم قيل وقال وإضاعة المال وكثرة السؤال)) رواه أحمد وصححه الشيخ الأباني في صحيح الجامع الصغير
“Allah meridhoi untuk kalian tiga hal dan membenci tiga hal pula; Allah meridhoi bahawa kalian menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan kalian semua berpenggang teguh dengan tali Allah, serta memberi nasihat orang yang dijadikan Allah sebagai pemimpin kalian. Dan Allah membenci; mengucapkan sesuatu yang tidak jelas kebenarannya, menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta.”
• Dalil tentang tatacara menyampaikan nasihat kepada penguasa.
Allah memerintahkan kepada Musa dan Harun `Alaihumas salam untuk berbicara kepada Fir`aun dengan lemah lembut.
Allah Ta`ala berfirman,

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (طه/43، 44)
“Pergilah kamu berdua (Wahai Musa dan Harun) kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (pada Allah).”

Diantara petunjuk Nabi kita dalam menasehati pemimpin adalah dengan sembunyi-sembunyi. Ibnu Abi ‘Ashim meriwayatkan hadits dengan sanad yang shohih, dari ‘Iyadh bin Ghanim radhiallahu ‘anhu, dia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
من أراد أن ينصح لذي سلطان فلا يبده علانية ، وليأخذ بيده فإن سمع منه فذاك، وإلا أدى الذي عليه (رواه ابن أبي عاصم بسند صحيح)
“Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin, maka janganlah ia memperlihatkannya secara terang-terangan. Akan tetapi hendaklah ia menggandeng tangannya (berbicara secara empat mata). Jika pemimpin tersebut mengindahkannya, maka itulah yang diinginkan. Namun bila tidak diindahkan, maka ia telah menunaikan kewajibannya (menyampaikan nasehat).” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad yang sahih).

Dari beberapa dalil di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa adab yang sangat penting untuk diperhatikan dalam menyampaikan nasihat kepada penguasa, diantaranya:

Persoalan yang diingkari bukan dalam konteks ijtihad yang menjadi hak penguasa untuk memilih dan menentukan keputusan.
Menyampaikan nasihat secara halus, santun dan sopan.
Menyampaikan nasihat secara empat mata, atau melalui surat.
Tidak menyebarkan ‘aib penguasa, dihadapan khalayak ramai.
Tidak melakukan tindakan menghasut untuk melawan penguasa ketika penguasa tidak mengindahkan nasehat.

Segala dalil yang kita kemukakan di atas bukan berarti memberikan peluang dan legalitas bagi penguasa untuk berbuat curang, zalim, dan berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. Karena begitu banyak pula dalil-dalil yang menerangkan tentang ancaman azab bagi penguasa yang zalim dan tidak menjalankan hukum Allah dalam kekuasaannya. Akan tetapi Islam tidak membolehkan mengingkari kemungkaran dengan cara yang mungkar, apalagi menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.

Zaadul Ma’ad: Bekal Menuju ke Akhirat


Zaadul Ma’ad: Bekal Menuju ke Akhirat

Kitab Zaadul Ma’ad merupakan kitab yang dikarang oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah -rahimahullah- yang merupakan salah satu karya beliau yang paling baik. Dalam manuskrip aslinya kitab ini terdiri dari 6 (enam) jilid, yang kemudian diterjemahkan dan diringkas menjadi sebuah buku yang kini hadir di hadapan anda. Jilid pertama mengupas masalah Allah, dzat, sifat dan asma’-Nya yang disusul dengan ulasan mengenai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang dijadikan oleh Allah sebagai pembawa risalah sekaligus sebagai penutup para nabi dan rasul. Jilid kedua mengupas masalah zakat,

Tips Melatih Anak Agar Rajin Shalat


Tips Melatih Anak Agar Rajin Shalat

Assalamu Alaikum Bukan sekali saya mendengar keluhan orang tua tentang anaknya yang malas shalat. Berkali-kali disuruh namun sang anak masih tetap tak bergeming. Saya sempat berpikir, mungkin di sinilah letak kesalahannya. Inilah yang sering terjadi. Orang tua “menyuruh” anaknya untuk melakukan shalat. Saya mencoba melakukan pendekatan lain. Saya tidak “menyuruh” tapi “mengajak”. Lalu apa bedanya ? Saya punya sedikit pengalaman yang mungkin bermanfaat. Secara khusus ini adalah pengalaman saya sebagai seorang ayah dengan anak laki- laki saya. Mungkin bisa diperluas menjadi

Monday 6 April 2015

Meminta Perlindungan Diri Dari Makhluk Halus Hanya Kepada Allah SWT


Meminta Perlindungan Diri Dari Makhluk Halus Hanya Kepada Allah SWT


Bismillah Assalamu Alaikum Shalawat dan Taslim kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga Keselamatan dan Rahmat Allah SWT selalu menyertai Anda Pembaca Islam Di Dadaku.

Pembaca yang dirahmati Allah Azza wa Jalla, meyakini keberadaan jin atau setan merupakan bagian dari ajaran agama Islam yang mulia ini. Alam mereka (para jin) sama sekali berbeda dengan alam manusia meskipun keduanya diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla untuk satu tujuan yaitu beribadah hanya kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. [adz-Dzâriat/51:56]

Manusia tidak dapat melihat jin atau setan dengan kasat mata. Namun, mereka dapat melihat manusia. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya dia (setan) dan anak keturunan dari bangsanya dapat melihat kalian sementara kalian tidak dapat melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu sebagai pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. [al-A‘râf/7:27]

Setan adalah musuh manusia yang selalu berupaya menjauhkan mereka dari jalan Allah Azza wa Jalla yang lurus. Setan mengajak para pengikutnya untuk menemaninya di neraka sa‘ir. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Sesungguhnya setan adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia musuh (kalian), sesungguhnya setan itu mengajak para pengikutnya agar menjadi penghuni neraka (sa‘ir) yang menyala-nyala” [Fâthir/35:6]

Kebiasaan setan adalah mengelabui manusia, menghalangi dari kebaikan dan kebenaran. Dan menggelincirkan manusia dalam kesesatan adalah sumpahnya di hadapan Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman tentang ucapan Iblis:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Iblis berkata, “Karena Engkau (ya Allah) telah menghukumku untuk tersesat, maka sungguh aku akan menghalanghalangi manusia dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi (menggoda) mereka dari hadapan dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. [al-A`râf/7:16-17]

Mereka ada dimana-mana, siap menjadikan manusia sebagai mangsa kesesatannya. Berbagai metode ditempuh agar manusia jauh dari tauhid dan terjebak dalam lumpur kesyirikan atau kubangan dosa kemaksiatan. Semoga Allah SWT menjaga kita dari setiap keburukan. Amîn

“TAHAYUL” MENGGANGGU KENYAMANAN HATI
Mari kita perhatikan komentar-komentar berikut: “Hati-hati lho, ini tempat angker, hih…!”, “Awas, jangan-jangan, ada penunggunya..!?”, “Jangan sembarangan ah, aku takut mereka marah…!”, “Kalau mau selamat, berikan dulu sesajian…!”, “Hih…, tempat itu ngeri.!”. Semua ini adalah tebak reka penulis terhadap kalimat-kalimat yang mungkin diucapkan oleh sebagian orang saat berada di tempat-tempat yang dianggap seram. Demikian itu sebagai ungkapan rasa takut dan kekhawatiran mendapat celaka yang terjadi atas diri mereka di tempat tersebut. Bukan rahasia, yang mereka takuti itu adalah para jin atau setan yang dianggap dapat memberikan madharat (celaka) pada kondisi-kondisi tertentu.
Parahnya, setelah ketakutan itu menghantui diri manusia yang lemah tauhid, sering kali mereka berlindung dari celaka dan ketakutan dengan cara-cara yang dapat merusak kesucian tauhid, bahkan memusnahkannya. Mereka menyandarkan diri kepada berbagai bentuk sesajen; sesajian berbungkus mistik kelam untuk meredam ketakutan mereka dan mencari ketenangan. Tanpa mereka sadari, tauhid dalam jiwa mereka rusak, seakan tiada mengenal Allah Azza wa Jalla. Padahal, tak satu pun yang berhak diminta perlindungannya selain Allah Azza wa Jalla yang Maha Kuasa. Tiada satu pun yang mampu memberikan perlindungan selain Allah Azza wa Jalla yang Maha Agung lagi Maha Kuasa atas segalanya.

Satu hal yang dapat melegakan kita bahwa setan, binatang buas, manusia atau siapapun tidaklah dapat mendatangkan manfaat atau menimpakan madharat melainkan dengan izin Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah: “Siapakah Rabb langit dan bumi?” katakan, jawabnya: “Allah”. Katakanlah, “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindung bagimu dari selain Allah, padahal mereka tidak memiliki manfaat dan madharrat bagi diri mereka sendiri?!”… Apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang menciptakan seperti ciptaan-Nya, sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?!”. Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Rabb yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. [ar-Ra`du/13:16]

Maka hendaknya fenomena seperti ini dicermati dengan seksama dan diluruskan. Tujuannya, agar langkah setiap Muslim sesuai dengan pandangan syariat Islam yang benar dan sejalan dengan tauhid yang diserukan oleh Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan segenap rasul sebelum beliau, dan agar tauhid ini tetap terjaga kemurniannya serta tidak tercemar dengan hal-hal beraroma syirik yang mendatangkan kebinasaan bagi pelakunya.

BENTENG TAUHID YANG LEMAH
Karena lemahnya benteng tauhid dan dangkalnya ilmu agama, sebagian kaum Muslimin masih larut dalam tahayul yang diwariskan dari masa ke masa. Akibatnya, bermunculan generasi rapuh tauhid yang mudah takut kepada bangsa jin dan setan, kemudian mencari perlindungan dari selain Allah Azza wa Jalla. Apabila mereka berada di tempat yang dianggap angker, atau melewati tempat berhawa menyeramkan, maka sontak bulu kuduk berdiri, keringat dingin membasahi dahi hingga ke ujung-ujung kaki. Mereka takut terjadi petaka pada diri mereka akibat jin penunggu tempat tersebut tidak merestui kehadiran mereka. Bagi sebagian orang, membakar “kemenyan” dan membaca “jampi mantera” tententu dapat membuat jin-jin itu tenang dan lebih akrab. Sebagian lain yang tidak sempat membakar kemenyan atau membaca mantera, mereka gemetar sambil memohon perlindungan kepada para jin untuk bisa menerima kehadiran mereka, dan meminta agar tidak menggangu atau mencelakai. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan sesungguhnya sebagian di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa di kalangan bangsa jin, maka para jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”. [al-Jin/72:6]

Pada masa jahiliyah, seseorang yang melewati suatu lembah atau bermalam di sebuah tempat, dan merasakan ketakutan, biasa menyerukan “Aku berlindung kepada penguasa lembah ini dari bangsa jin yang mengganggu?!”. Yakni berlindung kepada penguasa jin di tempat tersebut dari para jin yang mengganggu.[1] Namun, tidaklah permohonan lindungan dari jin itu dilakukan melainkan akan menambah semakin dahsyat ketakutan dan kelemahannya di hadapan jin. Karena itu para Ulama sepakat [2] bahwa memohon perlindungan dari jin hukumnya haram, bahkan justru akan menambah rasa takut serta kegelisahan hati. Sungguh, akibatnya dia akan semakin merasakan takut luar biasa, padahal dia berharap agar dijauhkan dari rasa takut itu. Sebagian Ulama menjelaskan bahwa manusia menjadikan jin semakin jahat dan congkak ketika mereka memohon perlindungan kepada para jin dan mereka menjadikan manusia semakin dihantui rasa takut terhadap para jin. [3]

MACAM-MACAM TAKUT
Para Ulama menjelaskan bahwa takut terbagi menjadi beberapa macam
Pertama : Takut yang berkedudukan sebagai ibadah, yaitu takut kepada Allah Azza wa Jalla semata. Ini adalah salah satu ibadah hati. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan orang yang takut akan saat menghadap Rabbnya baginya ada dua syurga”. [ar-Rahman/55:46]

Kedua: Takut yang bernilai syirik, yaitu seorang hamba yang takut kepada selain Allah Azza wa Jalla ; seperti takut kepada jin, mayat, atau selainnya sebagaimana takutnya kepada Allah Azza wa Jalla atau bahkan lebih. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Sesungguhnya mereka adalah setan yang menakuti para pengikutnya, maka jangan takut terhadap mereka (para setan), dan hanya takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman”. [ali `Imrân/3:175]

Ketiga: Takut yang bernilai maksiat, yaitu ketakutan seorang hamba dari para manusia yang mengakibatkan dia meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan. Padahal, kondisi itu belum sampai pada kategori teror paksaan. Maka, ini adalah takut yang bernilai maksiat. Allah SWT berfirman: “Janganlah takut kepada manusia, takutlah hanya kepada-Ku..” [al-Maidah/5:44]

Keempat: Takut yang wajar sebagai tabiat manusia, sebagaimana ketakutannya kepada musuh, binatang buas, ular berbisa atau semisalnya. Takut jenis ini dimaklumi dengan syarat tidak lebih hanya sekedar takut atau khawatir yang sewajarnya. Allah Azza wa Jalla berfirman (tentang Nabi Musa): “Karena itu Musa menjadi takut (khawatir) di kota itu, dia menunggu dengan cemas dan khawatir…”.[al-Qashâsh/28:18 dan 21]

Kelima: Takut sang pengecut, yaitu takut yang tidak beralasan atau dengan alasan yang tidak masuk akal. Ini adalah takut yang tidak terpuji, pelakunya berhak disebut pengecut. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung diri dari perangai ini. Oleh karena itu, iman yang sempurna, tawakkal dan keberanianlah yang dapat mencegah dari perangai tersebut. [4]

KERJASAMA JIN DAN MANUSIA BERAKIBAT AZAB DI NERAKA
Allah Azza wa Jalla adalah Rabb kita, tiada tempat bernaung selain-Nya, tiada tempat bersandar dari berbagai kesulitan dan kesempitan selain Dia Azza wa Jalla, tiada yang disembah selain Allah Azza wa Jalla. Maka, tidaklah pantas disembah, dimintai doa dan dimintakan perlindungan, atau ditakuti selain Allah Azza wa Jalla. Demi mencapai kesenangan yang semu dan sesaat, masih dijumpai sebagian orang mengambil jalan pintas dengan menjalin kerjasama dengan bangsa setan yang terkutuk. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الْإِنسِ ۖ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُم مِّنَ الْإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا ۚ قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
Dan di hari Allah menghimpun mereka semua (Allah berfirman): “Hai jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia”, lalu berkatalah kawan-kawan jin dari golongan manusia: “Wahai Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan dari sebagian (yang lain), dan kami telah sampai kepada waktu yang Engkau tentukan bagi kami”.Allah berfirman: “Neraka itulah tempat tinggal kalian, kalian kekal di dalamnya, kecuali jika Allah menghendaki (yang lain)”. Sesungguhnya Rabb kalian Maha bijaksana lagi Maha mengetahui”. [al-An`âm/6:128]

Dalam ayat ini digambarkan bahwa sebagian dari jin dan manusia telah mendapatkan pelayanan satu sama lain. Jin merasa senang karena manusia menaatinya, menyembahnya, dan mengagungkannya, bahkan memohon perlindungan darinya. Sementara manusia senang karena mencapai tujuan-tujuannya dengan bantuan jin agar hawa nafsunya terpenuhi. Jadi, sesungguhnya manusia telah menyembah jin kemudian jin memberikan pelayanannya kepada manusia dan tercapai sebagian hajat duniawinya.[5] Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ
“Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingat Allah Yang Maha penyayang, Kami jadikan baginya setan (yang menyesatkan). Maka, setan itu menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya para setan itu benarbenar menghalangi mereka dari jalan yang benar, dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk”. [az-Zukhruf/43:35-36]

Lihatlah bagaimana Allah Azza wa Jalla memastikan kesesatan dan menjadikan neraka sebagai tempat pembalasan bagi orang-orang yang telah menjadikan jin sebagai pelindung yang diagungkan, ditakuti, ditaati dan dinanti perkara-perkara gaib darinya. ‘Iyâdzan billâh.

BAGAIMANA SEHARUSNYA BERLINDUNG?
Kepada siapa meminta perlindungan dari gangguan setan? Hakekat memohon perlindungan adalah lari menghindar dari sesuatu yang ditakuti menuju siapapun yang dapat memberikan perlindungan dan keselamatan.[6] Ketahuilah sesungguhnya memohon perlindungan hanya kepada Allah Azza wa Jalla berpasrah diri kepada-Nya dari segala keburukan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai al-Falaq. Dari kejahatan makhluk-Nya”. [al-Falaq/113:1-2]
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb (Yang memelihara dan menguasai) manusia”. [an-Nâs/114:1]

Setiap perbuatan atau perkataan yang di dalamnya terdapat permintaan adalah ibadah. Maka, memohon perlindungan adalah suatu bentuk ibadah. [7] Dengan demikian, tidak dibenarkan hal itu ditujukan kepada selain Allah Azza wa Jalla, karena itu adalah perbuatan syirik. Jadi, mengharap kebaikan hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dialah Yang Maha menghidupkan, mematikan dan membangkitkan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَاتَّخَذُوا مِن دُونِهِ آلِهَةً لَّا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
Mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah Azza wa Jalla (untuk disembah), sesembahan-sesembahan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk menolak suatu madharat dari diri mereka dan tidak pula dapat memberi suatu manfaat, dan (juga) tidak kuasa mematikan atau menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.[al-Furqân/25:3]

“Perlu diketahui bahwa suatu bentuk permintaan dapat berbeda predikat dan ragamnya tergantung siapa yang diminta. Apabila pihak yang diminta setara (dengan yang meminta) maka disebut mencari (iltimâs), apabila yang diminta lebih rendah maka itu disebut perintah. Namun, apabila yang diminta lebih tinggi maka disebut memohon (berdoa). Tidak diragukan bahwa seorang yang memohon perlindungan, dia tengah meminta kepada yang lebih tinggi darinya…” [8]. Allah Azza wa Jalla memerintahkan kita agar memohon perlindungan dari gangguan setan hanya kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ
Dan katakanlah: “wahai Rabbi, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan godaan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Rabbi, dari kedatangan mereka kepadaku”. [al-Mukminûn/23:97-98]
وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan,maka mohonlah perlindungan kepada Allah.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. [Fushshilat/41:36]

Seorang Mukmin hendaknya berlindung kepada Allah Azza wa Jalla semata dari segala keburukan yang menimpanya, baik dari pertemuan dengan para setan, kehadiran mereka yang mengejutkan, ajakan kesesatan, bisikan ataupun godaan mereka untuk berbuat kemaksiatan. Apabila Allah Azza wa Jalla melindungi hamba-Nya dari keburukan ini dan mengabulkan permohonannya, maka dia akan selamat dari segala celaka dan keburukan, serta diberikan taufik untuk melakukan segala kebaikan.
SEMUA ADA TUNTUNANNYA DALAM ISLAM
Islam adalah agama yang sempurna. Tiada satupun permasalahan yang menjadi petaka bagi manusia disebabkan Islam belum menjelaskannya. Terlebih jika perkara itu terkait erat dengan konsistensi tauhid seorang hamba. Pastilah Islam menjauhkan kaum Mukminin dari berbagai kesyirikan. Dengan Islam ketentraman akan datang, keselamatan akan selalu menyertai, tauhid akan menjadi penyejuk hati yang mendamaikan hidup dan menerangi setiap langkah mereka. Berlindung dari apapun yang membahayakan kita hanya kepada Allah Azza wa Jalla adalah cerminan tauhid. Lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keteladanan kepada kita selaku umatnya.
عَنْ خَوْلَةَ بِنْتِ حَكِيْمِ السُّلَمِيَّةِ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم يَقُوْلُ : ((مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ "أَعُوْذُ بِكَلِمَا تِ اللَّهِ التَّامَّا تِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ "، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْئٌ حَتَّى يَرْ تَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذّلِكَ))
Dari Khaulah binti Hakim as-Sulamiyyah Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata: aku telah mendengar Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa singgah di sebuah tempat dan dia membaca “أَعُوْذُ بِكَلِمَا تِ اللّهَِ التَّامَّا تِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ “ (aku berlindung dengan firman-firman Allah yang sempurna dari keburukan apapun yang telah Allah ciptakan), maka tiada satu pun dapat mencelakakannya hingga dia meninggalkan tempat tersebut”. Dalam riwayat lain (disebutkan dengan bentuk perintah): “Jika salah seorang di antara kalian singgah di sebuah tempat hendaklah ia membaca….!!”.[9]
Inilah syariat Islam dalam memohon perlindungan. Yakni agar berlindung kepada Allah Azza wa Jalla dengan firman-firman-Nya yang sempurna, yang tiada kekurangan atau aib padanya. Bukan berlindung kepada para jin, setan atau mantera azimat dukun, sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang di zaman ini yang ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh kaum jahiliyah. Itu adalah perbuatan syirik karena memohon perlindungan adalah ibadah padahal ibadah hanyalah ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla semata. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat member madharrat kepadamu dan tidak (pula) member manfaat?” dan Allah-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. [ al-Mâidah: 76]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa menyajikan sembelihan untuk setan, berdoa kepadanya, memohon bantuan dan lindungan darinya, mendekatkan diri kepada setan dengan sesuatu yang setan sukai, maka sungguh dia telah menyembah setan itu sekalipun dirinya tidak menamakan hal tersebut sebagai ibadah…”. [10]
Islam telah mengajarkan semua petunjuk berlindung dari berbagai hal yang mungkin menimbulkan bahaya kepada kita termasuk dari gangguan para setan. Mari kita cermati baik-baik doa dan dzikir-dzikir berikut ini. Semua telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan. [Doa masuk wc, HR. Muslim]
أَعُوْذُ بِاللَّهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Aku berlindung kepada Allah Yang Maha agung, dengan wajah-Nya yang mulia, kekuasaan-Nya yang terdahulu dari godaan setan yang terkutuk”. [Doa masuk masjid: HR Abu Dâwud]
اللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“… ya Allah, lindungi aku dari setan yang terkutuk”. [Bagian dari doa keluar masjid: HR Ibnu Mâjah]
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِ وَهَامَّةٍ وَمِن كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
Aku memohon perlindungan (kepada Allah) bagi kalian berdua dengan firman-firman Allah yang sempurna dari gangguan setan dan binatang, serta dari bahaya sihir ‘ain yang tajam. [Doa perlindungan bagi anak, HR al-Bukhâri]
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Dengan menyebut nama Allah . Ya Allah, hindarkan kami dari setan. Jauhkan setan dari (anak) yang Engkau karuniakan kepada kami” [Doa berkumpul dengan isteri, HR al-Bukhâri, Muslim]
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ الَّتِي لاَ يُجَاوِزُهُنَّ بَرُّ وَلاَ فَاجِرُ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ وَذَرَأَ وَبَرَأَ وَمِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنْ السَّمَاءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَمِنْ شَرِّ مَا ذَرَأَ فِي اْلأَرْضِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ إِلاَّ طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ
Aku berlindung dengan firman-firman Allah yang sempurna, yang tidak bisa ditembus oleh para hamba yang shalih apalagi yang fasik, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan yang turun dari langit atau yang naik ke atas langit, serta dari segala kejahatan makhluk di bumi. Juga dari kejahatan yang keluar dari perut bumi, dari kondisi buruk kekacauan di siang dan malam, serta dari kejahatan tamu di tengah malam, kecuali yang bermaksud baik, wahai ar-Rahmân........…” [Doa mengusir setan jahat, HR. Ahmad]
Dan masih banyak lagi contoh-contoh tuntunan Rasulullah n bagi kita selaku umatnya dalam berlindung diri dari berbagai keburukan setan. Barangsiapa menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memohon perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla, maka sungguh dia telah mencerminkan tauhid dirinya kepada Allah Azza wa Jalla .

BEBERAPA HIKMAH YANG DAPAT DIPETIK DARI PEMBAHASAN SINGKAT DI ATAS:
Islam mengajarkan umatnya untuk mempercayai adanya bangsa jin dan setan. Agar diwaspadai godaannya, bukan untuk ditakuti madharratnya, sebab tidak ada yang kuasa memberikan manfaat atau madharrat selain dengan izin Allah Azza wa Jalla.
Gangguan dan godaan setan mungkin datang kapan saja, namun seorang Mukmin dapat menghadapi dengan kekuatan tauhidnya yaitu berlindung kepada Rabb Azza wa Jalla Yang Maha segalanya.
Tidak dibenarkan takut kepada setan, apalagi meminta perlindungan kepada setan dari gangguannya. Karena yang demikian adalah syirik. Ketakutan itu justru akan menambah kejahatan dan kecongkakan setan terhadap manusia, setan akan menyiksa manusia dan membuat mereka semakin gelisah serta ketakutan.
Meyakini tempat-tempat seram yang bertuan “jin” serta takut karenanya adalah tahayul yang merusak kesucian tauhid. Karena pada saat itu dia seakan lupa akan perlindungan dan kekuasaan Allah Azza wa Jalla terhadap para hamba yang memohon perlindungan dari-Nya Azza wa Jalla.
Selayaknya bagi seorang Mukmin untuk memahami klasifikasi “takut” sebagaimana dijelaskan para Ulama, agar dirinya dapat menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Wajib memohon perlindungan hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata, baik dari gangguan setan atau dari keburukan apapun karena itulah cerminan tauhid.
Kerjasama atau barter jasa dan manfaat dengan para jin untuk mendapatkan sekelumit kenikmatan duniawi adalah kesyirikan yang akan berujung adzab Allah Azza wa Jalla.
Islam telah menuntun umatnya untuk segala kebaikan, mengokohkan tauhidnya dan menjauhkan diri dari kesyirikan yang akan menyengsarakannya di dunia dan di akhirat.
Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing setiap langkah kita, menjadikan kita hamba-Nya yang bertauhid di manapun kita berada, menerangi setiap lembaran hidup kita dengan pelita ilmu. Melimpahkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akherat. Amîn.

Islam Melarang Dan Mengecam Terorisme 1


Islam Melarang Dan Mengecam Terorisme 1



Bismillah Assalamu Alaikum
Segala puji bagi Allah, selawat beserta salam buat Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Dunia saat ini kembali hangat dengan isu-isu kekerasan dan yang paling fenomenal adalah munculnya gerakan sesat ISIS, dimana amir-amir ISIS ini yaitu Abu Bakar al- Baghdadiy dan Abu Bakar al-Iraqiy)

adalah Khawarij mereka memiliki beberapa sifat sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits syarif, sebagian besar sifat tersebut ada pada amir dan personil ISIS, dan hal itu bukanlah tindakan satu dua oknum sebagaimana yang mereka anggap, karena tindakan dan sifat itu terjadi berulang-ulang dan sangat massif yang menunjukkan ini adalah strategi politik ISIS, yang pelaksanaannya dengan sepengetahuan amir-amir senior mereka, sifat-sifat tersebut adalah:

sifat .Khawarij akan muncul di akhir zaman, dan mayoritas kemunculan mereka terjadi di arah timur (Irak), sebagaimana hal ini terjadi pada amir-amir senior ISIS (Abu Bakar al- Baghdadiy dan Abu Bakar al-Iraqiy), Rosulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) bersabda sebagaimana disebutkan dalam al-Bukhoriy dan Muslim, “Akan keluar satu kaum di akhir zaman, (mereka) adalah orang-orang yang masih muda, akal mereka bodoh, mereka berkata dengan sebaik-baiknya perkataan manusia, keimanan mereka tidak melewati kerongkongan, mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya, di mana saja kalian menjumpai mereka, maka (perangilah) bunuhlah, karena sesungguhnya dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi siapa saja yang membunuh mereka”. Dan di dalam musnad Ahmad dan Shahih Ibnu Hibban Rosulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) bersabda, “Akan keluar dari arah timur sebuah kaum yang membaca Alqur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam bagaikan anak panah yang keluar dari busurnya”.

tulisan asy-Syaikh Ali Hasan al-Halabi yang berjudul “Daisy Khowarij Biladisy Syam

Bagi anda yang ingin membaca pengertian dari paham Khawarij silahkan baca:
Terorisme dan Faham Khawarij | Islam di Dadaku
Khawarij, Sejarah & Ajarannya Dalam Perspektif Islam (bag 1)
Khawarij, Sejarah & Ajarannya Dalam Perspektif Islam (bag 2)
Tujuan dari Pembahasan Tentang Terorisme
• Sebagai sebuah jawaban atas tuduhan bahwa aksi terorisme muncul dikarenakan kefanatikan sebagian pemeluk agama Islam kepada ajaran agamanya. Melalui pembahasan berikut ini kami akan memaparkan bahwasanya ajaran Islam sangat mengecam terorisme.

Sesungguhnya Islam adalah agama kedamaian dan menganjurkan pemeluknya untuk merealisasikan kedamaian sebagaimana makna kata ”islam” itu sendiri. Kedamaian inilah yang telah terealisasikan ketika Islam berkuasa di kota Madinah. Demikian halnya yang berlaku ketika kaum muslimin menguasai negeri Syam. Orang nonmuslim baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani hidup tentram di bawah kekuasan Islam. Begitu pula ketika kejayaan Islam di Andalusia (Spanyol).

Nabi umat Islam merupakan nabi pembawa rahmat bagi seluruh alam, tidak terbatas untuk umatnya semata bahkan termasuk di dalamnya hewan dan tumbuhan.
Allah Ta`ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (الأنبياء/107)
“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.”
Sebagai gambaran betapa agungnya akhlak nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam terhadap musuh-musuh Islam yaitu:

Ketika beliau mengajak masyarakat Thaif untuk masuk Islam, mereka tidak hanya menolak untuk masuk Islam bahkan menyuruh para pemuda dan orang bodoh melempari nabi dengan batu kerikil. Hal tersebut mengakibatkan kaki dan tumit Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berdarah, bahkan beliau tidak sadarkan diri kecuali setelah sampai di Qornu Tsa’alib. Kemudian Allah mengutus malaikat Jibril kepada beliau dan menyampaikan bahwa Allah mendengar perkataan masyarakat Thaif dan apa yang mereka lakukan terhadap beliau. Allah telah mengutus kepada beliau malaikat Jibal (gunung) yang serta merta akan melakukan apa yang beliau kehendaki untuk masyarakat Thaif berupa kebinasaan. Kemudian malaikat Jibal mendekati Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan berkata, “Aku diperintahkan Allah untuk menemuimu agar aku melakukan apa yang engkau inginkan terhadap mereka. Jika engkau menginginkan agar aku menjatuhkan kedua gunung Makkah ini di atas mereka, maka aku akan melakukannya.” Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam menjawab: “Aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang yang mau menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.”[1]

Demikian pula ketika Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam menalukkan kota Makkah, beliau bersabda,

دَخَلَ دَارَ أَبِى سُفْيَانَ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ أَلْقَى السِّلاَحَ فَهُوَ آمِنٌ وَمَنْ أَغْلَقَ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ (رواه مسلم)
“Barangsiapa yang masuk rumah Abu Sofyan, maka ia aman. Barangsiapa yang meletakkan pedangnya, maka ia aman. Dan Barangsiapa yang bersembunyi dirumahnya, maka ia aman.”
• Sebagai untaian nasehat kepada kelompok teroris yang mengatasnamakan aksi-aksi teror mereka sebagai jihad fi sabilillah.
Nasihat merupakan perkara yang sangat penting dalam agama Islam. Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Tamim Ad-Daary radhiallahu ‘anhu , dia mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

«الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ » رواه مسلم
“Agama adalah nasehat.” Kami (para sahabat) bertanya,”Bagi siapa?” Beliau bersabda,”Bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya dan bagi penguasa kaum muslimin serta rakyatnya.’” (HR.Muslim).
Kita diperintahkan untuk menolong saudara kita yang menzalimi orang lain, yaitu dengan cara mencegahnya. Imam Bukhari meriwayatkan haditsnya dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

(انصر أخاك ظالما أو مظلوما ) . فقال رجل يا رسول الله أنصره إذا كان مظلوما أفرأيت إذا كان ظالما كيف أنصره ؟ قال ( تحجزه أو تمنعه من الظلم فإن ذلك نصره ) رواه البخاري
“Tolonglah saudaramu yang menzalimi dan dizalimi.” Maka seseorang bertanya, ‘Ya Rasulullah, aku menolong apabila ada yang dizalimi. Maka bagaimana cara menolong orang berlaku zalim?’ Beliau menjawab: “Engkau menghalangi dan mencegahnya dari berbuat zalim. Maka demikian cara menolongnya.’” (HR. Bukhari).

• Sebagai bantahan kepada pihak yang mengkait-kaitkan antara terorisme dengan dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab.

Beberapa waktu belakangan ini banyak pihak tertentu yang berupaya mengkait-kaitkan antara aksi terorisme dengan dakwah Ahlussunnah yang ditegakkan oleh tokoh pembaharu paham Ahlussunnah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab. Apakah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwasanya diantara ulama yang paling keras memerangi terorisme adalah para ulama yang mengikuti dakwah Ahlussunnah. Oleh sebab itu, ancaman teroris terbesar di tujukan kepada negara Ahlussunnah, yaitu Saudi Arabia. Bahkan para gembong teroris mengkafirkan para ulama yang membongkar kesesatan mereka. Termasuk kelompok pro-teroris di negeri ini, beberapa bulan yang lalu menerbitkan dalam sebuah majalah mereka yang berisikan penghinaan terhadap pemerintah dan ulama Saudi Arabia.[2]

Penulis belum pernah melihat perjuangan dan kesungguhan ulama yang demikian tinggi dalam menupas terorisme sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama Saudi Arabia. Mereka senantiasa menerangkan kepada umat tentang bahaya laten terorisme, baik dalam bentuk karya ilmiah, tulisan, artikel, ceramah, fatwa, seminar dan lain-lain. Bahkan, mereka menumpas terorisme sampai keakar-akarnya. Mereka menjelaskan dan membongkar kesalahan para tokoh teroris dalam beragumentasi dengan ayat dan hadits. Silakan pembaca merujuk pada beberapa buku (kitab) yang akan kami sebutkan di akhir pembahasan ini. Bahkan gembong-gembong teroris internasional juga tidak segan-segan untuk mengkafirkan para ulama yang membongkar kesesatan mereka.

Bagaimana bisa dikatakan bahwa dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab ada kaitannya dengan teroris? Kami meminta bukti kepada setiap orang melontar tuduhan dan fitnah tentang terkaitnya dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan terorisme. Kami tidak meminta satu kitab, tetapi cukup satu ungkapan saja dari ulama yang mengikuti dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab mengarah pada doktrin terorisme. Menurut hemat kami, orang yang menuduh adanya kaitan antara terorisme dengan dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab ada beberapa kemungkinan:
Pertama: Dia belum mengenal dan memahami tentang arti terorisme dan bagaimana doktrin pemahamannya.

Kedua: Atau dia belum mengenal dan memahami tentang landasan dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dan bagaimana pemahamannya.

Ketiga: Atau dia hanya mengambil informasi dari sepihak, yaitu dari pihak yang mudah menuduh dan berkesimpulan sebelum mengadakan eksperimen, penelitian, dan pengkajian mendalam terhadap pihak yang dituduh.

Keempat: Atau dia sengaja ingin melakukan sebuah propaganda dalam memecah belah umat Islam, dengan mengelompokkan mereka menjadi berbagai kelompok, lalu membenturkan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Kelima: Atau dia mempunyai agenda dan tujuan tertentu di balik tuduhan itu semua. Mungkin dari musuh Islam atau dari musuh dakwah Ahlussunnah, atau mungkin juga dari kelompok yang mendukung tindakan terorisme untuk mengalihkan tuduhan[3].

Definisi Terorisme
Belum ada kesepakatan atas definisi terorisme yang dapat diterima oleh semua pihak. Berbagai definisi yang dikemukakan oleh berbagai pakar dan penelaah dalam masalah ini tidak terlepas dari berbagai sanggahan. Bahkan salah seorang pakar mengatakan bahwa definisi terorisme ada sekitar 180 [4].

Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi kita semua adalah jangan mengidentikkan terorisme dengan agama apapun, apalagi dengan agama Islam. Sebab, aksi teror tidak dibenarkan dalam ajaran agama manapun sebagaimana pengakuan pemeluk setiap agama.

Setelah melihat berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar, di sini kami mencoba memilih dan menyimpulkan sebagian dari definisi-definisi tersebut. Kesimpulan penulis tentang definisi terorisme adalah:

Doktrin dan aksi terorganisir yang mengancam keselamatan jiwa dan harta orang banyak dengan pembunuhan dan penghancuran tanpa alasan dan tujuan yang benar.

Akan tetapi, istilah terorisme baru dikenal beberapa tahun terakhir ini. Hal ini diawali sejak perang dingin antara dua negara adikuasa berakhir, yakni setelah kalahnya negara adikuasa Uni sovyet ketika memerangi Afganistan. Kemudian negara-negara Islam yang berada dalam cengkeraman negara tersebut berusaha melepaskan diri. Bahkan lebih mengemuka lagi istilah terorisme setelah kejadian 11 September di Amerika Serikat tahun 2001.

Namun hal yang sangat menggelitik sekaligus memalukan yakni pernyataan yang terlontar dari salah seorang yang dianggap sebagai tokoh Islam bahwa ciri-ciri teroris yakni jenggotan, bercelana cingkrang dan selalu membawa mushaf kecil. Pernyataan ini menunjukkan keterbelakangan tokoh tersebut dari aspek informasi dan pemikiran, bahkan pemahamannya akan ajaran agama. Pernyataan tersebut selain tidak sesuai dengan fakta, juga terselip bentuk kebencian terhadap umat Islam yang berusaha menerapkan agamanya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.

Terorisme dari Masa ke Masa
Jika kita meneliti berbagai aksi teror telah berlangsung lama dalam sejarah kehidupan manusia.
Aksi teror telah dilakukan oleh penentang dakwah para rasul. Mereka memburu dan membunuh para pengikut mereka. Beberapa aksi teror yang telah ada diantaranya:
- kaum Babilonia terhadap nabi Ibrahim ‘alahissalam
- kaum Fir’aun terhadap nabi Musa ‘alahissalam dan pengikutnya
- kaum Yahudi terhadap nabi Isa ‘alahissalam dan pengikutnya
- kaum Quraisy terhadap nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dan pengikutnya
- Hitler Nazi di Jerman
- Israil terhadap muslim Palestina
- Serbia terhadap muslim Bosnia
- Soviet terhadap Muslim di negeri-negeri Balkhan
- Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia
- Syi’ah Rafidhoh terhadap Ahlussunnah di Iran

Sebab-Sebab Muncul Dan Berkembangnya Terorisme
Mengenal sebab sesuatu hal yang ingin kita obati merupakan perkara yang sangat penting. Dengan mengetahui sebab-sebab tersebut, akan dengan mudah mendiagnosa untuk selanjutnya memberikan terapi yang tepat terhadap suatu penyakit. Oleh sebab itu, sebelum memberikan terapi, penting kita mengenal sebab akibat dari suatu penyakit. Terapi yang tepat, sangat mendukung kesembuhan dan pemulihan kondisi penderita. Bahkan, bisa jadi terapi dari penyakit tersebut cukup dengan menghindari sebab-sebabnya saja tanpa meminum obat.
Jika kita cermati banyak sekali fakror yang mendukung dan menyebabkan muncul dan berkembangnya terorisme. Berikut ini akan kami sebutkan faktor yang paling dominan, diantaraya:
• Penjajahan dan pencaplokan terhadap negara-negara muslim, seperti di Palestina, Iraq, dan Afganistan.
Dunia bungkam seribu bahasa terhadap penjajahan yang dilakukan Israil dan Amerika. Mengapa presiden George Bush tidak dibawa ke mahkamah hukum internasional sebagai penjahat perang dimana dia telah menentang keputusan PBB dan dunia internasional dalam aksi penyerbuannya ke Iraq? Bahkan alasan penyerbuan tersebut tidak terbukti sebagaimana yang dituduhannya bahwa terdapat pengembangan senjata pembunuh massal dan nuklir di Iraq.

Demikian pula kekejaman Israil terhadap rakyat Palestina. Mengapa dunia internasional tidak bertindak dan menghukum Israil terhadap kejahatan dan kekejamannya di Palestina? Mengapa Israil boleh membangun pabrik pengayaan uranium dan senjata nuklir tetapi negara lain tidak? Apakah ini semua yang dinamakan sebagai keadilan dan demokrasi yang diterapkan dan dipaksakan oleh barat dan Amerika kepada negara-negara lain? Sesungguhnya semua hal ini tidak luput dari perhatian para pemimpin negara muslim. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan kepada mereka untuk berani berbicara di dunia internasional demi keadilan.

Mengapa yang dihancurkan dan dimusnahkan adalah negara dan manusia yang tidak bersalah hanya untuk menangkap Saddam dan Bin Ladin? Sesungguhnya orang-orang kafir memang tidak akan pernah berbuat adil.

Sebagaimana firman Allah Ta`ala:
وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (البقرة/254)
“Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim“.
Dan firman-Nya:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ (إبراهيم/42)
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”.
Dalam firman-Nya lain:
إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (يوسف/23)
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.”

• Penindasan yang dialami kaum muslimin di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara yang mayoritas nonmuslim.
Mereka dikekang dan dibelenggu dalam menjalankan ajaran agama mereka secara sempurna. Walaupun menurut undang-undang internasional setiap individu dijamin kebebasan untuk menjalankan agamanya, akan tetapi undang-undang ini hanya dinikmati oleh orang non-muslim yang berada di negara-negara Muslim. Adapun untuk orang muslim yang berada di negara-negara nonmuslim, undang-undang tersebut tidak diberlakukan. Tentu yang berkewajiban menyampaikan hal ini adalah para penguasa muslim di hadapan para pemimpin dunia.

• Terdapatnya kedzaliman sebagian penguasa terhadap para aktifis dakwah, sehingga menimbulkan dendam yang berkepanjangan dalam diri sebagian mereka.
Kemudian diiringi dengan berbagai konflik perebutan kebijakan dalam kekuasaan antara aktifis dakwah dengan sebagian penguasa. Sehingga hal ini tidak jarang bermuara kepada penculikan dan pembunuhan karakter dari pihak penguasa terhadap para aktifis dakwah. Ditambah lagi dengan adanya berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab yang secara sengaja membenturkan antara umat Islam dengan penguasa, kemudian lahirlah kekhawatiran dari pihak penguasa akan terjadinya Islamisasi terhadap sebuah bangsa dan dianggap dapat mengganggu keamanan dan persatuan bangsa.

Kesalahan tidak terdapat di pihak tertentu, tetapi dari kedua belah pihak. Karena di antara aktifis dakwah ada yang menjadikan isu Islam sebagai batu locatan untuk memuaskan nafsu politiknya. Tetapi perlu diyakini oleh semua penegak bangsa ini bahwa Islam adalah perekat persatuan bangsa. Islam menyuruh pemeluknya untuk taat kepada penguasa dalam segala kebenaran. Islam mengharamkan tindakan-tindakan yang dapat melemahkan penguasa walau terdapat penyimpangan di tengah-tengah penguasa. Hal ini ditekankan oleh setiap ulama dalam kitab-kitab aqidah Ahlussunnah wal jama’ah.

• Kebodohan umat terhadap agama terutama masalah aqidah dan hukum-hukum jihad.
Tatkala kebodohan dan kemunduran terhadap pemahaman agama tersebar di tengah-tengah masyarakat Islam terlebih khusus generasi muda. Pembodohan tersebut ada yang disengaja diprogram dalam sistem pendidikan dan ada pula yang tidak disengaja. Hal ini menjadi ladang yang subur bagi aliran-aliran sesat untuk menyebarkan doktrin-doktrin mereka termasuk gerakan terorisme terutama dikalangan generasi muda.

• Ghuluw (ekstrim) dalam pemahaman dan pengamalan agama dari sebagian generasi muda Islam.
Semangat beragama yang tidak diiringi dan didukung oleh pengetahuan agama yang cukup dan pemahaman yang benar sering membawa kepada sikap ekstrim dalam bersikap dan bertindak. Sesungguhnya setan dalam menjerumuskan manusia kedalam kesesatan dengan dua pintu; pintu syahwat (maksiat) dan pintu syubhat (bid’ah/ghuluw). Jika seseorang gila syahwat maka setan menyesatkannya melalui pintu maksiat. Dan bila seseorang senang berbuat taat, setan menyesatkan melalui pintu bid’ah/ ghuluw. Hal ini terjadi jika keta’atan tersebut tidak berdasarkan kepada ilmu dan sunnah.
Adapun yang kami maksud dengan ghuluw di sini adalah melampaui batas perintah agama sehingga terjatuh kepada perbuatan bid’ah.

Berikut kami sebutkan dalil dari Al Qur’an dan sunnah tentang larangan tindakan ghuluw dalam agama:
Allah Ta`ala berfirman,
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ (النساء/171)
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.”
Dalam ayat yang lain Allah berfirman,

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (المائدة/77)
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.”

Rasulullah bersabda,
((يا أيها الناس إياكم والغلو في الدين فإنه أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين)). رواه النسائي وابن ماجه وصححه الشيخ الألباني .
“Wahai manusia ! Jauhilah sikap ghuluw (eksrim) dalam beragama. Karena sungguh sikap ghuluw beragama telah membinasahkan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah serta disahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
• Jauh dari bimbingan ulama dalam mempelajari dan memahami ajaran agama.
Mempelajari agama secara otodidak atau belajar agama bukan kepada ahlinya merupakan penyebab utama lahirnya berbagai kesesatan dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Yang salah bukan agama, akan tetapi cara dan jalan yang ditempuh dalam memahaminya. Oleh sebab itu Allah perintahkan agar kita bertanya kepada ahlinya. Dia berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (النحل/43)
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui.”
Bukan hanya ilmu agama, ilmu dunia sekalipun jika tidak dipelajari melalui ahlinya akan membawa kepada kebinasaan. Jika seseorang ingin menjadi seorang dokter, dia pergi ke toko buku, lalu dia membeli segala buku kedokteran. Kemudian dia coba memahami sendiri di rumah tanpa belajar kepada ahli kesehatan. Atau buku tersebut ia pahami menurut konsep dukun atau ia pelajari melalui dukun. Lalu setelah lima tahun ia membuka pratek pelayanan kesehatan, kira-kira bagaimana jadinya jika orang seperti itu mengobati masyarakat. Orang seperti ini pasti ditangkap dan diproses ke pengadilan karena dianggap sebagai dokter gadungan. Tetapi sekarang banyak ulama dan da’i gadungan mengapa tidak ditangkap pada hal mereka jauh lebih berbahaya dari dokter gadungan.

Kemarin ia sebagai bintang film, pelawak, model, penyanyi dan bekas tahanan kejahatan. Tiba-tiba hari ini menjadi dai kondang dan berfatwa dengan seenaknya. Tokoh politik pun ikut berbicara masalah agama dan mengacak-acak ajaran agama. Dan lebih sadis lagi belajar Islam kepada orang kafir, mereka yang sudah nyata-nyata sesat dalam memahami Taurat dan Injil, kok malah sekarang Al Qur’an dipelari melalui mereka. Sekalipun terasa aneh, tetapi hal ini adalah nyata terjadi.

Rasulullah telah mengabarkan tentang keadaan ini beberapa abad yang lalu. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari shahabat Abdullah bin Amru bin ‘Ash radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا - متفق عليه-
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari (dada) manusia. Akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga tatkala Dia tidak menyisakan seorang pun yang berilmu maka manusia pun menjadikan para tokoh yang tidak berilmu (sebagai ulama). Lalu mereka ini ditanya (tentang permasalahan agama) maka mereka pun berfatwa tanpa didasari ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari-Muslim).

Rasulullah juga telah memberikan solusi tentang masalah itu; yaitu dengan berpegang teguh dengan sunnah beliau dan sunnah khulafaur-rosyidin. Shahabat ‘Irbadh radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam shalat mengimami kami, kemudian (setelah selesai) beliau membalikkan badannya menghadap kami lalu menyampaikan nasehat yang menyentuh hati; membuat mata berlinang dan hati bergetar. Ada yang berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah ! Seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka apakah wasiatmu kepada kami? Maka beliaupun bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ -رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وقال الترمذي: هذا حديث صحيح-
“Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah. (Demikian pula aku wasiatkan agar) mendengar dan ta’at (kepada penguasa) walaupun ia seorang budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup diantara kalian sepeninggalku ia akan melihat perbedaan (perpecahan) yang banyak. Maka berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus lagi mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Hindarilah perkara-perkara baru dalam agama. Karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud- Tirmidzi dan Ibnu Majah. Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini shahih”)

• Merajalelanya kemungkaran di tengah-tengah masyarakat, baik dari segi akhlak maupun pemikiran.
Kebebasan berfikir dan berekspresi tanpa karidor dan batas telah membuka pintu lebar-lebar bagi para menyembah hawa nafsu dan kaum zindiq untuk merusak ajaran agama. Adapun jika seseorang berkeinginan menjalankan ajaran agama secara benar justru dianggap melanggar kebebasan. Kebebasan sepihak ini membuat sebagian pihak yang tidak senang dan memicu tindak teror di tengah-tengah masyarakat.

• Lemahnya pengawasan badan penegak hukum dalam menindak berbagai bentuk pelanggaran hukum yang terjadi. Sehingga membuat sebagian oknum merasa gerah dan melakukan tindakan main hakim sendiri.

Bahkan kadangkala hal tersebut mengesankan ketidakperhatian terhadap pelanggaran hukum yang terjadi. Terutama sekali bagi orang yang berani menghina dan mencela simbol dan hukum-hukum agama. Hukum Allah disalahkan dan dikritik habis-habisan, adapun undang-undang dan hukum buatan manusia tidak boleh dikritik dan disalahkan. Seandainya ada seseorang yang menafsirkan Undang-Undang 45, dan KUHP dengan seenaknya dan semaunya, tentunya orang tersebut akan dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Namun jika ada orang yang menafsirkan Al Qur’an dengan seenaknya, mengolok-olok hukum Allah dan isi Al Qur’an, kemudian dia dituntut untuk dihukum dan diproses, maka akan dianggap bertentangan dengan undang-undang hak asasi manusia.

• Kurangnya kematangan para dai dari segi ilmu, kesabaran dan pengalaman dalam menghadapi tantangan dakwah.

Sebagian orang ada yang menginginkan jika mulai berdakwah di pagi hari, maka di sore hari harus melihat perubahan total 180 derajat. Hal ini bertentangan dengan sunnah kauniyah dan sunnah syar’iyah. Secara kauniyah segala sesuatu mengalami perubahan dengan cara berangsur-angsur. Demikian halnya sunnah syar’iyah, Allah menurunkan syariatnya secara berangsur-angsur. Diantara para nabi ada yang berdakwah ratusan tahun, seperti nabi Nuh ‘alahissalam, akan tetapi beliau sabar dalam menunggu hasil. Diantara mereka juga ada yang diutus kepada penguasa yang kejam, seperti nabi Ibrahim dan nabi Musa, mereka sabar dalam mendakwahi kaumnya. Tidak pernah mengajak pengikutnya untuk menculik dan merusak fasilitas negara. Demikian halnya nabi kita Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam saat beliau di Makkah, beliau disiksa dan dihina, bahkan keluarga Ammar bin Yasir disiksa dihadapan beliau. Ketika itu beliau tidak melakukan perbuatan teror kepada orang kafir, bahkan memerintahkan sebagian sahabat untuk hijrah ke negeri Najasyi yang beragama Nasrani. Tidakkah para da’i mengambil ‘ibroh dan pelajaran dari perjalanan dakwah nabi kita Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam.

Apakah hukum melakukan onani?


Pertanyaan:
Apakah hukum melakukan onani?
Jawaban
Melakukan kebiasaan yang jelek, artinya onani (manstrubasi) dengan tangan atau dengan yang lainnya, hukumnya adalah haram, berdasarkan dalil-dalil dari Kitab dan sunnah serta akal sehat. Adapun dari kitab Allah berfirman :
Dan orang-orang yang mereka menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari selain itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al-Mukminun : 5-7).
Barangsiapa yang mencari kepuasan syahwatnya bukan dengan istri dan budak perempuannya, maka sungguh ia telah mencari selain itu, dan dia telah menjadi orang yang melampaui batas, sesuai dengan konsekwensi ayat yang mulia ini.

Adapun dari Sunnah yaitu sabda Rasulullah : Wahai sekalian pemuda-pemuda, barangsiapa dari kamu mempunyai kemampuan, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menutup pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu, maka berpuasalah karena puasa itu baginya menjadi sebagai perisai (mengurangi syahwatnya). (H.R. Bukhari dan Muslim). Jadi Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- memerintahkan kepada orang yang tidak mampu untuk menikah, agar berpuasa. Kalau seandainya onani itu boleh, pastilah Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam- telah menujukkan untuk melakukannya. Tatkala beliau tidak pernah menunjukkan untuk melakukan onani itu (sebagai solusi), sedangkan onani itu adalah gampang sekali, maka diketahuilah bahwa melakukan onani itu hukumnya tidak boleh.

Adapun akal sehat; yaitu efek negatif yang banyak ditimbulkan oleh sebab melakukan onani tersebut, para ahli medis menyebutkan, bahwa di dalam melakukan onani terdapat bahaya yang berefek samping ke badan, nafsu seksual dan pikiran serta daya tangkap. Dan bisa jadi menghalangi seseorang untuk melakukan pernikahan yang sebenarnya, karena seseorang apabila nafsu seksualnya telah terpenuhi oleh perbuatan ini, kadang-kadang dia tidak lagi berkeinginan untuk menikah.


Dijawab oleh Syeikh Ibnu Utsaimin ( dalam kitab kecil Asilah Muhimmah)

iklan untuk blog ini ok